Ibdak Binafsik: Lemahnya Keteladanan di Tubuh NU
Bagaimana mungkin masyarakat menjadi tertarik pada NU ketika tokoh-tokohnya telah “menjual” idealisme keagamaan maupun idealisme organisasi dengan sekadar kekuasaan dan keuangan; bagaimana mungkin masyarakat bersedia memilih partai yang dilahirkan NU untuk memanage Negara ketika pengurusnya berantem sendiri, dengan dalih dalih yang sangat rasional, mengurus keluarga partainya sendiri tidak mampu apalagi mengurus Negara; dan bagaimana mungkin masyarakat sudi memasukkan putra-putrinya ke dalam lembaga pendidikan NU apabila jajaran pimpinannya tidak serius mengelola lembaga tersebut.
Intinya, NU sekarang mengamankan warganya sendiri agar tetap berada di NU saja kewalahan apalagi merekrut warga baru dari kelompok lain. Sebagian masyarakat sekarang mulai cerdas bahwa keikutsertaan mereka pada organisasi sosial keagamaan didasarkan para keunggulan organisasi tersebut baik dalam wilayah doktrin, manajemen, leadership, maupun periaku sosial tokoh-tokohnya.
Adakah mereka telah mampu memberi contoh dalam kehidupan kongkrit di masyarakat baik kehidupan sosial, politik, ekonomi, pendidikan dan sebagainya? ketika mereka belum mampu menunjukkan keteladanan, maka sulit mendapatkan simpati dari masyarakat terpelajar.
Oleh karena itu, NU harus melakukan gerakan keteladanan secara kolektif, yang biasa disebut dengan uswah hasanah atau qudwah hasanah baik secara retorika maupun aplikatif. Gerakan ini sebagaimana pesan Nabi harus dimulai dari sendiri, yakni ibda’ binafsik (mulailah dari dirimu sendiri). Operasionalnya, gerakan keteladanan ini harus dimulai dari tokoh-tokoh garda terdepan misalnya PBNU, kemudian segera diikuti PWNU, PCNU dan seterusnya ke bawah, sehingga masyarakat dapat menyimpulkan bahwa tokoh-tokoh NU layak menjadi model (modelling), figur publik, sosok ideal, dan panutan yang layak ditiru masyarakat pada semua lapisan.
Posting Komentar untuk "Ibdak Binafsik: Lemahnya Keteladanan di Tubuh NU"
Terima Kasih